Makanan Khas Sunda Wiwitan – Seren Taun merupakan salah satu upacara adat masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur yang masih lestari. Foto (/ Panji Prayitno)
,tembaga – Setelah agamanya menjadi barang haram, Abah Bojana (81) tak kehilangan tuhannya. Karena tidak diperbolehkan memeluk agama Jawa-Sunda (ADS), ayahnya memeluk agama Katolik. Di lembaga barunya ini, ia terus mengembangkan nilai-nilai tuntunan agama lamanya.
Makanan Khas Sunda Wiwitan
Abah Bojana mulai memeluk agama Katolik sejak pemerintah resmi membubarkan ADS. Keputusan untuk masuk Katolik juga mendapat restu dari orang tua bapak sesuai ajaran Sunda Wiwitan Cigugur.
Resto Nasi Liwet Termurah Di Yogyakarta
“Pemerintah turun ke desa-desa untuk menginformasikan dan meminta warga memeluk agama yang diakui pemerintah. Akhirnya saya memeluk Katolik tapi tidak kehilangan jati diri sebagai Sunda Wiwitan,” katanya, Selasa (24/11/ 2020). ).
Tubuhnya yang menua tak menyurutkan semangat Abah Bojana untuk menjaga keharmonisan lingkungan di sekitar kampung asli Karuhun Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan, Jawa Barat.
Girang Pangaping Masyarakat Adat AKUR Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan, Okky Satrio Djati menjelaskan, ADS merupakan salah satu bentuk kategorisasi keagamaan yang tergabung dalam Belanda.
ADS atau agama Sunda Wiwitan diajarkan oleh sesepuh Sunda Wiwitan Cigugur, Pangeran Sadewa Madrais Alibassa Kusuma Wijaya Ningrat atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Madrais.
Suku Sunda: Asal Usul, Ciri Khas, Dan Budaya
Saat itu, sekitar tahun 1700 hingga 1800, Belanda belum memahami ajaran Sunda Wiwitan. Bahkan, agama Jawa-Sunda dilarang oleh penjajah Belanda.
Namun berdasarkan hasil penelitian antropolog Belanda bernama Kern, ia menyimpulkan bahwa Sunda Wiwitan adalah agama tradisional. Bahkan, beberapa antropolog Belanda lainnya belajar lebih banyak hingga ADS dibentuk dengan anggaran dasar dan rumah Igama Djawa-Sunda pada tahun 1800-an.
Belanda menetapkan ADS pada penduduk Sunda Wiwitan, tetapi tidak berjalan dengan baik. Pasca kemerdekaan dan bubarnya ADS, stigma negatif terhadap masyarakat adat melekat pada komunitas Sunda Wiwitan Cigugur.
“Misalnya, dulu Sunda Wiwitan mengajarkan bahwa orang harus makan dan minum dari keringatnya sendiri. Hal ini diadu domba oleh Belanda dengan pesantren, sehingga ada stigma bahwa musyrik, pengikut Madrais, adalah salah. karena kami meminum keringat kami, padahal ini hasil karya kami sendiri,” kata Okky.
Ada Sajian Khas Nusantara Di Sego Nusantara
Stigma ini melekat kuat hingga tahun 2000. Dalam perjalanannya, Wiwitan Kuningan Sunda menjalin kerja sama dengan Kementerian Agama pada 2012.
“Akibatnya masih ada stigma negatif yang melekat pada kita meski sempat dipelintir oleh Belanda saat menjajah. Meski perlahan menghilang, tetap saja ada pelintiran. Stigma negatif itu harus kita hilangkan sedikit demi sedikit,” dia berkata. SEMUANYA BAIK-BAIK SAJA.
Diakui Okky, anak-anak Sunda Wiwitan masih di-bully oleh teman-temannya di sekolah. Masyarakat adat Sunda Wiwitan Kuningan juga memperjuangkan hak-hak sipilnya.
Menurut Okky, Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-IX/2012 tentang pengakuan hak masyarakat adat dianggap bukan solusi. Sebab, untuk mendapatkan hak sipil, masyarakat adat harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.
Pakaian Adat Sunda
“Sebelum kita masuk ke kolom penganut di KTP kita, kita harus berorganisasi terlebih dahulu agar ada pengakuan organisasi anggota yang diakui pemerintah otomatis memiliki AD/ART. Ini kalau kita jadi ormas sementara kita bukan ormas. ormas, kami agama lokal,” kata Okky.
Paseban Tri Panca Tunggal, salah satu situs peninggalan sesepuh Sunda Wiwitan, Cigugur Kuningan, telah menjadi cagar budaya. Foto (/ Panji Prayitno)
Menurut Okky, sebagian besar warga Sunda Wiwitan di Kuningan tinggal di pedesaan. Hidup, bertindak selaras dengan ajaran lokal yang diberikan oleh leluhur Anda.
“Kami dulu punya pengalaman mendirikan AKUR masyarakat adat pada tahun 1982, tapi bubar. Jadi kami memikirkan identitas masyarakat adat yang tidak berorganisasi. Kalau pakai kriteria organisasi, kami termasuk ormas dan bukan ormas. kampung-kampung asli,” kata Okky.
Majelis Ulama Indonesia Dan Meme Klepon Tidak Islami
Kerukunan masyarakat di Cigugur Kuningan telah terjaga selama ratusan tahun. Tidak hanya dalam interaksi sosial, masyarakat sekitar Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan turut serta membangun kampungnya agar lebih rukun dan harmonis.
Semasa muda, Abah Bojana dan warga lainnya membantu membangun tempat ibadah, mulai dari masjid hingga mushola dan gereja.
“Kita gotong royong membangun masjid, mushola gereja. Saya mengalami ADS sekitar 25 tahun sebelum dibubarkan pemerintah,” ujarnya mengenang masa mudanya.
“Yang penting paham, karena jalan karakter manusia adalah jalan bangsa. Padahal, sebelum ADS dibubarkan, saya pernah mendapat pesan bahwa nanti ada pilihan saya sendiri untuk memeluk agama. Akhirnya setelah pembubaran, mereka diberi pilihan untuk masuk Katolik. Prinsip ini masih kami bawa sampai sekarang, ketika anak-anak sudah dewasa, mereka diberi pilihan agama apa yang dianutnya.” dia berkata.
Titik Balik Kampung Adat Cireundeu: Nyaris Seabad Tanpa Nasi
Abah Bojana dan warga lainnya membantu membangun tempat ibadah. Bahkan, kata dia, hingga saat ini semangat pluralisme masih terhimpun.
“Bahkan ada pesantren di dekat lingkungan kami di kawasan Citambak yang mereka bangun bersama. Dulu itu sawah lurah. Waktu dibangun ya, selamat datang, airnya diambil dari Cigugur, ya tolong. Tidak pernah ada. perbedaan,” katanya.
“Apapun suku dan agamanya, kita tetap penduduk Indonesia dan ciptaan Tuhan. Saya juga sudah dekat dengan Islam sejak kecil karena di sana juga ada keluarga Muslim, jadi saya bawa keponakan saya ke masjid untuk belajar mengaji. ” kata Abah Bojana.
Tidak hanya dalam rangka menjaga keberagaman di antara masyarakat di kawasan Cigugur Kuningan. Secara internal komunitas AKUR Sunda Wiwitan sendiri sangat beragam.
Ide Menu Buka Puasa Anak Kos Yang Simple Dan Enak, Mudah Dimasak
Wanita Sunda Wiwitan Kuningan sering menjadi pemimpin dalam semua ritual. Seperti yang dialami penduduk asli Girang Pangaping AKUR, Sunda Wiwitan, Cigugur Kuningan, Juwita Jatikusumah Putri Jawa Barat.
Menurutnya, masyarakat Sunda Wiwitan tidak hanya dihadirkan sebagai manusia seutuhnya. Namun mereka memiliki tanggung jawab moral dan spiritual dalam kehidupan sebagai penganut agama lokal.
“Berkali-kali saya melakukan ritual, tapi bukan dalam rangka menjadi pendeta, hanya sebagai bentuk tanggung jawab moral dan spiritual manusia terhadap sang pencipta,” kata Juwita.
Salah satu ritual rutin masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan adalah Kurasan. Ritual berlangsung pada pukul 05.00 pagi dan pukul 18.00 sore atau sebelum shift siang.
Menyambangi Lasem, Menyaksikan Akulturasi Budaya
“Dalam ritual biasanya ada yang memimpin terutama untuk menyalakan kompor, mengarahkan rasa, dll. Jadi tidak dalam konteks menjadi pendeta,” ujarnya.
Juwita menjelaskan, ritual itu disebut “kuuran” dari kata drainase yang berarti membersihkan. Ritual tersebut untuk menyucikan perilaku manusia selama di dunia.
Warga yang mengikuti ritual tersebut diajak untuk merefleksikan diri melalui meditasi. Itu diyakini sebagai salah satu cara untuk membersihkan diri.
“Salah satu landasan agama lokal kita adalah mengapa tidak bisa ada orientasi belajar kalau kita bukan manusia yang punya cipta, rasa dan karsa. Untuk itu berkembang menjadi budaya spiritual seperti rasa ini,” ujarnya.
Tutug Oncom, Makanan Khas Kampung Naga Yang Lezat
Dijelaskannya, salah satu ajaran agama lokal adalah spiritualitas manusia lahir dari naluri keagamaan. Berdasarkan ajaran ini, manusia mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk.
“Kita menjadi hati nurani yang menuntun kita untuk berbuat lebih baik sehingga ingat di satu sisi menjadi pembimbing pengajaran”, kata Juwita.
Ajaran ini, kata dia, ditemukan dalam salah satu catatan tulisan tangan sesepuh Sunda Wiwitan Kuningan, Pangeran Sadewa Madrais. Bagi Sunda Wiwitan, tidak ada dominasi laki-laki dan perempuan saat melakukan ritual.
Tak hanya ritual sehari-hari, Juwita dipercaya menarikan tarian Pohaci dalam acara Seren Taun. Tari pohaci ditampilkan pada puncak acara Seren Taun.
Raos Pisan! 4 Resto Sunda Di Tangerang Ini Punya Nasi Liwet Lauk Komplet
Di puncak Seren Taun, penduduk asli melakukan ritual perkawinan benih padi jantan dan betina. Berharap memberi kesuburan agar hasil panen melimpah dan berkualitas.
“Secara internal, keluarga Sunda Wiwitan biasanya membolehkan anaknya untuk memilih sendiri agama lain. Tapi prinsipnya, ketika mereka diberi landasan pembelajaran lokal, setidaknya mereka tetap mengingat diri dan asal-usulnya,” kata Juwita.
Foto keberagaman masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur dari penampakan kuburan beda agama tapi bersebelahan. Foto (/ Panji Prayitno)
Semangat gotong royong merupakan salah satu wujud pluralitas warga AKUR, Sunda Wiwitan, Cigugur Kuningan. Mereka mengutamakan hidup berdampingan untuk melestarikan tradisi warisan leluhur mereka.
Pdf) Peran Perempuan Dalam Tradisi Sunda Wiwitan
“Komunitas Akur Sunda Wiwitan Cigugur terbuka untuk pendatang baru namun tetap mempertahankan nilai-nilai tradisional karena beberapa ciri khas Sunda Wiwitan dan adaptasinya berbeda antara Sunda Wiwitan Cigugur Kuningan dengan daerah lain,” kata guru besar FISIP Antropologi Sosial dan Sosial ini. . Ilmu. Ilmu Politik Unpad Bandung Ira Indrawardana, Rabu (18/11/2020).
Dalam interaksi sosial, baik di dalam maupun di luar, warga Akur Sunda Wiwitan tidak pernah membatasi diri. Ira mengatakan warga Sunda Wiwitan Kuningan mengutamakan nilai-nilai kebangsaan yang bersifat pluralistik.
“Prinsipnya, keyakinan tidak memaksa, baik pasangan dari keluarga laki-laki atau perempuan, jika ada hubungan dengan etnis lain, bagaimana dengan dialog. Padahal, dalam urusan keyakinan, orang tua tidak memaksa anaknya. percaya seperti nenek moyang mereka. Ini adalah nilai toleransi yang tinggi,” ujarnya.
Dari perspektif antropologi, agama lokal adalah agama tingkah laku. Dijelaskannya, para orang tua di Sunda Wiwitan Kuningan mengajarkan nilai-nilai kehidupan kepada anaknya.
Ajaran Cinta Sunda Wiwitan Madrais Di Garut
“Ada prinsip dalam masyarakat Sunda Wiwitan Kuningan, yaitu meskipun tidak seiman, yang penting adalah pemahaman. Jadi bukan soal formalitas agama tapi soal jiwa rasa”, lanjut Ira . .
Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat adat Sunda Wiwitan di Jawa Barat, mereka percaya bahwa tidak ada yang baik. Hal ini karena agama-agama tradisional menekankan bagaimana mereka dapat berinteraksi secara sosial dalam lingkungan yang berlandaskan kemanusiaan.
“Ketika Anda menanamkan nilai-nilai kemanusiaan, maka akan ada ilmu ketuhanan. Ini termasuk kearifan lokal tingkat tinggi,” ujarnya.
Tokoh masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur, Pangeran Djatikusumah dan istrinya mengunjungi Ratu Hemas dan Anggota DPR RI Maman Imanulhaq. Foto (/ Panji Prayitno)
Mengenal Budaya Sunda Wiwitan
“Walaupun awalnya itu adalah tugas alam, ya dan tidak ada pantangan bagi laki-laki Sunda Wiwitan untuk mengajak anak memasak dan perempuan bekerja. Yang penting mereka berbagi tugas,” ujarnya.
Orang Sunda Wiwitan Kuningan menghormati Sanghiyang Pohaci atau dewi kesuburan. Hal ini dikarenakan wanita atau ibu dipercaya sebagai simbol kesuburan atau pelindung bumi dan langit yang memberikan kesuburan.
“Perempuan adalah penentu awal kehidupan manusia. Jika model pendidikannya berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal, maka ditekankan bagaimana berbuat kemanusiaan,” ujarnya.
Keberagaman masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur juga dapat dilihat dari tradisi atau ritual yang disebut Ngadapur. Dalam ritual ini masyarakat Sunda Wiwitan Cigugur bersemedi di depan api yang terbuat dari bambu.
Resep Jajanan Khas Sunda Yang Enak, Praktis, Dan Bikin Nagih
Pemimpin ritual Ngadapur tidak harus laki-laki. Ira mengatakan, dalam Sunda Wiwitan Kuningan, yang memimpin ritual Ngadapur adalah Putri Rama Djatikusumah.
. Di dalam keluarga saya, olah rasa atau meditasi doa apa pun dapat melakukannya
Kitab sunda wiwitan, sunda wiwitan bandung, asal usul sunda wiwitan, kidung sunda wiwitan, bahasa sunda wiwitan, agama sunda wiwitan, kata kata sunda wiwitan, sunda wiwitan, sunda wiwitan cigugur, sejarah sunda wiwitan, sunda wiwitan baduy, ajaran sunda wiwitan